PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN.
1.
Definisi
Qurban
Kata qurban berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri,
sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana
pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai
udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang
disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang disembelih di hari
‘Idul Adha. dengan niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan
syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).
2.
Hukum
Qurban
Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang
menurut mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah SWT berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS
Al-Kautsaar: 2).
Rasulullah SAW bersabda:
من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا
“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan
dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan
seseorang di antara kalian hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya
(jangan digunting)” (HR Muslim).
3.
Binatang
yang Boleh Diqurbankan
Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah
binatang ternak (Al-An’aam), unta, sapi dan kambing, jantan atau betina.
Sedangkan binatang selain itu seperti burung, ayam dll tidak boleh dijadikan
binatang qurban. Allah SWT berfirman:
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan
(qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzkikan Allah kepada mereka” (QS Al-Hajj 34).
Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena
Rasulullah SAW menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan
satu lagi untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan
untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits
Rasulullah SAW:
عن جابرٍ بن عبد الله قال: نحرنا مع رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيهِ وسَلَّم بالحُديبيةِ البدنةَ عن سبعةٍ والبقرةَ عن سبعةٍ
Dari Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah
SAW di tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR
Muslim).
Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup
umur dan tidak boleh cacat. Rasulullah SAW bersabda:
“Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat
matanya, 2. sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi “ (HR
Bukhari dan Muslim).
Hadits lain:
“Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali
musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah
(berumur 1 tahun lebih) dari domba.” (HR Muslim).
Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua
tahun dan kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan
berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah SAW berqurban
dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih
gemuk.
4.
Pembagian
Daging Qurban
Orang yang berqurban boleh makan sebagian daging qurban,
sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari
syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah
olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah
terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan
beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan
unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur” (QS Al-Hajj 36).
Hadits Rasulullah SAW:
“Jika di antara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya”
(HR Ahmad).
Bahkan dalam hal pembagian disunnahkan dibagi tiga. Sepertiga untuk
dimakan dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk tetangga dan teman, sepertiga
yang lainnya untuk fakir miskin dan orang yang minta-minta. Disebutkan dalam
hadits dari Ibnu Abbas menerangkan qurban Rasulullah SAW bersabda:
“Sepertiga untuk memberi makan keluarganya, sepertiga untuk para
tetangga yang fakir miskin dan sepertiga untuk disedekahkan kepada yang
meminta-minta” (HR Abu Musa Al-Asfahani).
Tetapi orang yang berkurban karena nadzar, maka menurut mazhab
Hanafi dan Syafi’i, orang tersebut tidak boleh makan daging qurban sedikitpun
dan tidak boleh memanfaatkannya.
5.
Waktu
Penyembelihan Qurban
Waktu penyembelihan hewan qurban yang paling utama adalah hari
Nahr, yaitu Raya ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah setelah melaksanakan
shalat ‘Idul Adha bagi yang melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak
melaksanakan shalat ‘Idul Adha seperti jamaah haji dapat dilakukan setelah
terbit matahari di hari Nahr.
Sedangkan mazhab Syafi’i dan sebagian mazhab Hambali juga diikuti
oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari
Raya ‘Idul Adha dan 3 Hari Tasyrik. Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai
tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti alasan hadits, sebagaimana
disebutkan Rasulullah SAW:
“Semua hari Tasyrik adalah hari penyembelihan” (HR Ahmad dan Ibnu
Hibban). Berkata Al-Haitsami:” Hadits ini para perawinya kuat”. Dengan adanya
hadits shahih ini, maka pendapat yang kuat adalah pendapat mazhab Syafi’i.
6.
Pelaksanaan
penyembelihan qurban
Adapun jika seseorang berqurban, sedangkan hewan qurban dan
penyembelihannya dilakukan ditempat lain, maka itu adalah masalah teknis yang
dibolehkan. Dan bagi yang berqurban, jika tidak bisa menyembelih sendiri
diutamakan untuk menyaksikan penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat
Ibnu Abbas RA:
“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan
mengampuni kalian dari mulai awal darah keluar”.
Ketika seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka
bacalah: “Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut
namanya), sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW:
“Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan orang
yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Bacaan boleh ditambah sebagaimana Rasulullah SAW memerintahkan pada
Fatimah AS:
“Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu,
karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal
tetesan darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (qurban)
ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan
oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal
berserah diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
7.
Tata
Cara Penyembelihan Qurban
a. Yang memootong
adalah orang islam.
b. Pelaksanaan disengaja
dengan didahului dengan membaca ta’awudz dan basmalah.
c. Alat penyembelihnya
berupa benda tajam, dengan maksud mempercepat kematian pada hewan yang
disembelih sehingga tidak menyiksa hewan tersebut.
d. Hewan digulingkan
rusuknya agar mudah penyembelihannya.
e. Dihadapkan ke
kiblat.
f. Hewan di potong pada
bagian lehernya hingga urat pernapasan putus.
g. Urat penyalur makanan
dan minuman putus.
h. Disunnahkan pada
bagian leher kiri dan kanan agar cepat putus.
8.
Berqurban
dengan Cara Patungan
Berkata Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Ma’ad:
“Di antara sunnah Rasulullah SAW bahwa qurban kambing boleh untuk
seorang dan keluarganya walaupun jumlah mereka banyak sebagaimana hadits Atha
bin Yasar dari Abu Ayyub Al-Anshari. Disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW.
عن أبي الأسود السلمي، عن أبيه، عن جده قال: كنت سابع سبعة مع رسول
الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- في سفره، فأدركنا الأضحى. فأمرنا رسول الله -صلَّى
الله عليه وسلم-، فجمع كل رجل منا درهما، فاشترينا أضحية بسبعة دراهم. وقلنا: يا
رسول الله، لقد غلينا بها. فقال: (إن أفضل الضحايا أغلاها، وأسمنها) قال: ثم أمرنا
رسول الله -صلَّى الله عليه وسلم-، فأخذ رجل برِجل، ورجل برِجل، ورجل بيد، ورجل
بيد، ورجل بقرن، ورجل بقرن، وذبح السابع، وكبروا عليها جميعا.
Dari Abul Aswad As-Sulami dari ayahnya, dari kakeknya, berkata:
Saat itu kami bertujuh bersama Rasulullah saw, dalam suatu safar, dan kami
mendapati hari Raya ‘Idul Adha. Maka Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk
mengumpulkan uang setiap orang satu dirham. Kemudian kami membeli kambing
seharga 7 dirham. Kami berkata:” Wahai Rasulullah SAW harganya mahal bagi
kami”. Rasulullah SAW bersabda:” Sesungguhnya yang paling utama dari qurban
adalah yang paling mahal dan paling gemuk”. Kemudian Rasulullah SAW
memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang 4 kaki dan dua tanduk
sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami semuanya bertakbir” (HR Ahmad
dan Al-Hakim).
Dan berkata Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ‘Ilamul Muaqi’in setelah
mengemukakan hadits tersebut: “Mereka diposisikan sebagai satu keluarga dalam
bolehnya menyembelih satu kambing bagi mereka. Karena mereka adalah sahabat
akrab. Oleh karena itu sebagai sebuah pembelajaran dapat saja beberapa orang
membeli seekor kambing kemudian disembelih. Sebagaimana anak-anak sekolah
dengan dikoordinir oleh sekolahnya membeli hewan qurban kambing atau sapi
kemudian diqurbankan. Dalam hadits lain diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu
Abbas, datang pada Rasulullah SAW seorang lelaki dan berkata:
“Saya berkewajiban qurban unta, sedang saya dalam keadaan sulit dan
tidak mampu membelinya”. Maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk membeli tujuh
ekor kambing kemudian disembelih”.
Hukum Menjual Bagian Qurban
Orang yang berqurban tidak boleh menjual sedikitpun hal-hal yang
terkait dengan hewan qurban seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang
menyebabkan hilangnya manfaat barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan hukumnya
makruh mendekati haram, sesuai dengan hadits:
“Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban”
(HR Hakim dan Baihaqi).
Kecuali dihadiahkan kepada fakir-miskin, atau dimanfaatkan maka
dibolehkan. Menurut mazhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnya
disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan pada sesuatu yang bermanfaat
bagi kebutuhan rumah tangga.
Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Qurban
Sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah
tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali RA:
“Rasulullah SAW memerintahkanku untuk menjadi panitia qurban (unta)
dan membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan kepadaku untuk tidak
memberi tukang jagal sedikitpun”. Ali berkata:” Kami memberi dari uang kami”
(HR Bukhari).
Hukum Berqurban Atas Nama Orang yang Meninggal
Berqurban atas nama orang yang meninggal jika orang yang meninggal
tersebut berwasiat atau wakaf, maka para ulama sepakat membolehkan. Jika dalam
bentuk nadzar, maka ahli waris berkewajiban melaksanakannya. Tetapi jika tanpa
wasiat dan keluarganya ingin melakukan dengan hartanya sendiri, maka menurut
jumhur ulama seperti mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkannya. Sesuai
dengan apa yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau menyembelih dua kambing yang
pertama untuk dirinya dan yang kedua untuk orang yang belum berqurban dari
umatnya. Orang yang belum berqurban berarti yang masih hidup dan yang sudah
mati. Sedangkan mazhab Syafi’i tidak membolehkannya. Anehnya, mayoritas umat
Islam di Indonesia mengikuti pendapat jumhur ulama, padahal mereka mengaku
pengikut mazhab Syafi’i.
Kategori Penyembelihan
Amal yang terkait dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi
empat bagian. Pertama, hadyu; kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan di atas;
ketiga, aqiqah; keempat, penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang ternak yang
disembelih di Tanah Haram di hari-hari Nahr karena melaksanakan haji Tamattu
dan Qiran, atau meninggalkan di antara kewajiban atau melakukan hal-hal yang
diharamkan, baik dalam haji atau umrah, atau hanya sekedar pendekatan diri
kepada Allah SWT sebagai ibadah sunnah. Aqiqah adalah kambing yang disembelih
terkait dengan kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Allah. Jika yang lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu
ekor.
Sedangkan selain bentuk ibadah di atas, masuk ke dalam
penyembelihan biasa untuk dimakan, disedekahkan atau untuk dijual, seperti
seorang yang melakukan akad nikah. Kemudian dirayakan dengan walimah
menyembelih kambing. Seorang yang sukses dalam pendidikan atau karirnya
kemudian menyembelih binatang sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dll. Jika
terjadi penyembelihan binatang ternak dikaitkan dengan waktu tertentu, upacara
tertentu dan keyakinan tertentu maka dapat digolongkan pada hal yang bid’ah,
sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah. Apalagi jika penyembelihan itu
tujuannya untuk syetan atau Tuhan selain Allah maka ini adalah jelas-jelas
sebuah bentuk kemusyrikan
Comments
Post a Comment