Sholat rawatib
1. Keutamaan Sholat Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah
hadits tentang keutamaan sholat sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
sholat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya
rumah di surga“. Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan sholat
sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya
tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu
Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah
mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak
pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus.
(HR. Muslim no. 728).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan
sebuah hadits tentang sholat sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum
shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya“. Dalam riwayat yang lain, “Dua
raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim
no. 725)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang
paling utama di antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak
berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan
tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat
rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api
neraka“. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i
no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
2. Jumlah Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat
rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh
At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka Allah
akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur,
dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat
sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh“. (HR. At-Tarmidzi no. 414,
An-Nasa’i no. 1794)
3. Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum
subuh membaca surat Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون) dan
surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد).” (HR. Muslim no. 726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas
mengkhabarkan kepadanya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca: (قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS.
Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا
بالله واشهد بأنا مسلمون) (QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim no.
727)
4. Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya
sering mendengar Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika
beliau membaca surat pada sholat sunnah sesudah maghrib:” surat Al Kafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد). (HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata
Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih, Ibnu Majah no. 1166)
5. Apakah Sholat Rawatib 4 Rakaat Qobiyah Dzuhur Dikerjakan
dengan Sekali Salam atau Dua Kali Salam?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sunnah Rawatib terdapat di dalamnya salam, seseorang yang sholat rawatib empat
rakaat maka dengan dua salam bukan satu salam, karena sesungguhnya nabi
bersabda: “Sholat (sunnah) di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam
dua rakaat salam”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
6. Apakah Pada Sholat Ashar Terdapat Rawatib?
As-Syaikh Muammad bin Utsaimin rahimahullah berkata,
“Tidak ada sunnah rawatib sebelum dan sesudah sholat ashar, namun disunnahkan
sholat mutlak sebelum sholat ashar”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
7. Sholat Rawatib Qobliyah Jum’at
As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata:
“Tidak ada sunnah rawatib sebelum sholat jum’at berdasarkan pendapat yang terkuat
di antara dua pendapat ulama’. Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum muslimin
yang masuk masjid agar mengerjakan sholat beberapa rakaat semampunya” (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Bin Baz 12/386&387)
8. Sholat Rawatib Ba’diyah Jum’at
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang
di antara kalian mengerjakan sholat jum’at, maka sholatlah sesudahnya empat
rakaat“. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun
sesudah sholat jum’at, maka terdapat sunnah rawatib sekurang-kurangnya dua
rakaat dan maksimum empat rakaat” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)
9. Sholat Rawatib Dalam Keadaan Safar
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu
a’laihi wa sallam didalam safar senantiasa mengerjakan sholat sunnah
rawatib sebelum shubuh dan sholat sunnah witir dikarenakan dua sholat sunnah
ini merupakan yang paling utama di antara sholat sunnah, dan tidak ada riwayat
bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan
sholat sunnah selain keduanya”. (Zaadul Ma’ad 1/315).
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata:
“Disyariatkan ketika safar meninggalkan sholat rawatib kecuali sholat witir dan
rawatib sebelum subuh”. (Majmu’ Fatawa 11/390).
10. Tempat Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Lakukanlah di
rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan jadikan rumah kalian bagai
kuburan“. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sudah seyogyanya bagi seseorang untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya….
meskipun di Mekkah dan Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah
dari pada di masjid Al-Haram maupun masjid An-Nabawi; karena saat Nabi shallallahu
a’alihi wasallam bersabda sementara beliau berada di Madinah….. Ironisnya
manusia sekarang lebih mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di masjidil
haram, dan ini termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin,
3/295)
11. Waktu Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka
waktunya dimulai dari masuknya waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu
dikerjakan, dan sholat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya
sholat fardhu hingga berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
12. Mengganti (mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari Anas radiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang lupa akan sholatnya maka
sholatlah ketika dia ingat, tidak ada tebusan kecuali hal itu“. (HR. Bukhori
no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Dan hadits ini meliputi sholat fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah
rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 23/90)
13. Mengqodho’ Sholat Rawatib Di Waktu yang Terlarang
Ibnu Qoyyim berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam meng-qodho’ sholat ba’diyah dzuhur setelah ashar, dan
terkadang melakukannya terus-menerus, karena apabila beliau melakukan amalan
selalu melanggengkannya. Hukum mengqodho’ diwaktu-waktu terlarang bersifat umum
bagi nabi dan umatnya, adapun dilakukan terus-menerus pada waktu terlarang
merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul Ma’ad 1/308)
14. Waktu Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat
sebelum sholat subuh, maka sholatlah setelah matahari terbit“. (At-Tirmdzi 423,
dan dishahihkan oleh Al-albani)
Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah mendatangi
sholat kemudian qomat ditegakkan dan sholat subuh dikerjakan hingga selesai,
kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling menghadap
ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar
wahai Qois apakah ada sholat subuh dua kali?“. Maka saya berkata: Wahai
rasulullah sungguh saya belum mengerjakan sholat sebelum subuh, Tasulullah bersabda:
“Maka tidak mengapa“. (HR. At-Tirmidzi). Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz:
“Maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam (terhadap yang
dilakukan Qois)”. (HR. At-tirmidzi no. 422, Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani
menshahihkannya)
As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata:
“Barangsiapa yang masuk masjid mendapatkan jama’ah sedang sholat subuh, maka
sholatlah bersama mereka. Baginya dapat mengerjakan sholat dua rakaat sebelum
subuh setelah selesai sholat subuh, tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan
sampai matahari naik setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin
Ibrahim 2/259 dan 260)
15. Jika Sholat Subuh Bersama Jama’ah Terlewatkan, Apakah
Mengerjakan Sholat Rawatib Terlebih Dahulu atau Sholat Subuh?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sholat rawatib didahulukan atas sholat fardhu (subuh), karena sholat rawatib
qobliyah subuh itu sebelum sholat subuh, meskipun orang-orang telah keluar
selesai sholat berjama’ah dari masjid” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsatimin 14/298)
16. Pengurutan Ketika Mengqodho’
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
“Apabila didalam sholat itu terdapat rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat
rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka yang dikerjakan lebih dahulu adalah
ba’diyah kemudian qobliyah, contoh: Seseorang masuk masjid yang belum
mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati imam sedang mengerjakan sholat
dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah selesai, yang pertamakali dikerjakan
adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat, kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh
Riyadhus Sholihin, 3/283)
17. Mengqodho’ Sholat Rawatib yang Banyak Terlewatkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Diperbolehkan mengqodho’ sholat rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat
sunnah yang sangat dianjurkan (muakkadah)… kemudian jika sholat yang
terlewatkan sangat banyak, maka yang utama adalah mencukupkan diri mengerjakan
yang wajib (fardhu), karena mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah
perkara yang utama, sebagaimana “Ketika Rasulullah mengerjakan empat sholat
fardhu yang tertinggal pada perang Khondaq, beliau mengqodho’nya secara
berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat bahwasannya Rasulullah mengerjakan
sholat rawatib diantara sholat-sholat fardhu tersebut.…. Dan jika hanya satu
atau dua sholat yang terlewatkan, maka yang utama adalah mengerjakan semuanya
sebagaimana perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat
sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya bersama sholat rawatib”. (Syarh
Al-‘Umdah, hal. 238)
18. Menggabungkan Sholat-sholat Rawatib, Tahiyatul Masjid,
dan Sunnah Wudhu’
As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata:
“Apabila seseorang masuk masjid diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa
mengerjakan sholat dua rakaat dengan niat sholat rawatib dan tahiyatul masjid,
dengan demikian tertunailah dengan mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian
juga sholat sunnah wudhu’ bisa digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan
tahiyatul masjid), atau digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid
Wal-Ushul Al-Jami’ah, hal. 75)
19. Menggabungkan Sholat Sebelum Subuh dan Sholat Duha Pada
Waktu Dhuha
As-Syaikh Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Seseorang yang sholat qobliyah subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit,
dan waktu sholat dhuha tiba. Maka pada keadaan ini, sholat rawatib subuh tidak
terhitung sebagai sholat dhuha, dan sholat dhuha juga tidak terhitung sebagai
sholat rawatib subuh, dan tidak boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu
niat. Karena sholat dhuha itu tersendiri dan sholat rawatib subuh pun juga
demikian, sehingga tidaklah salah satu dari keduanya terhitung (dianggap)
sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin,
20/13)
20. Menggabungkan Sholat Rawatib dengan Sholat Istikharah
Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhuma berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kami sholat
istikhorah ketika menghadapi permasalahan sebagaimana mengajarkan kami
surat-surat dari Al-Qur’an”, kemudian beliau bersabda: “Apabila seseorang dari
kalian mendapatkan permasalahan, maka sholatlah dua rakaat dari selain sholat
fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Jika
seseorang berniat sholat rawatib tertentu digabungkan dengan sholat istikhorah
maka terhitung sebagai pahala (boleh), tetapi berbeda jika tidak diniatkan”. (Fathul
Bari 11/189)
21. Sholat Rawatib Ketika Iqomah Sholat Fardhu Telah
Dikumandangkan
Dari Abu Huroiroh radiyallahu ‘anhu, dari nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka
tidak ada sholat kecuali sholat fardhu“. (HR. Muslim bi As-syarh An-Nawawi
5/222). An-Nawawi berkata: “Hadits ini terdapat larangan yang jelas dari
mengerjakan sholat sunnah setelah iqomah sholat dikumandangkan sekalipun sholat
rawatib seperti rawatib subuh, dzuhur, ashar dan selainnya” (Al-Majmu’ 3/378)
22. Memutus Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
“Apabila sholat telah ditegakkan dan ada sebagian jama’ah sedang melaksanakan
sholat tahiyatul masjid atau sholat rawatib, maka disyari’atkan baginya untuk
memutus sholatnya dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan sholat fardhu,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila iqomah
sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat fardhu..“, akan
tetapi seandainya sholat telah ditegakkan dan seseorang sedang berada pada
posisi rukuk dirakaat yang kedua, maka tidak ada halangan bagi dia untuk
menyelesaikan sholatnya. Karena sholatnya segera berakhir pada saat sholat
fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat”. (Majmu’ Fatawa 11/392 dan
393)
23. Apabila Mengetahui Sholat Fardhu Akan Segera Ditegakkan,
Apakah Disyari’atkan Mengerjakan Sholat Rawatib?
As-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sudah seharusnya
(mengenai hal ini) dikatakan: “Sesungguhnya tidak dianjurkan mengerjakan sholat
rawatib diatas keyakinan yang kuat bahwasannya sholat fardhu akan terlewatkan
dengan mengerjakannya. Bahkan meninggalkannya (sholat rawatib) karena
mengetahui akan ditegakkan sholat bersama imam dan menjawab adzan (iqomah)
adalah perkara yang disyari’atkan. Karena menjaga sholat fardhu dengan
waktu-waktunya lebih utama daripada sholat sunnah rawatib yang bisa
dimungkinkan untuk diqodho'”. (Syarh Al-‘Umdah, hal. 609)
24. Mengangkat Kedua Tangan Untuk Berdo’a Setelah Menunaikan
Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
“Sholat Rawatib: Saya tidak mengetahui adanya larangan dari mengangkat kedua
tangan setelah mengerjakannya untuk berdo’a, dikarenakan beramal dengan
keumuman dalil (akan disyari’atkan mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan
tetapi lebih utama untuk tidak melakukannya terus-menerus dalam hal itu
(mengangkat tangan), karena tidaklah ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam mengerjakan demikian, seandainya beliau melakukannya
setiap selesai sholat rawatib pasti akan ada riwayat yang dinisbahkan kepada
beliau. Padahal para sahabat meriwayatkan seluruh perkataan-perkataan dan
perbuatan-perbuatan rasulullah baik ketika safar maupun tidak. Bahkan seluruh
kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu
‘anhum tersampaikan”. (Arkanul Islam, hal. 171)
25. Kapan Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu DiJama’?
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Sholat rawatib
dikerjakan setelah kedua sholat fardhu dijama’ dan tidak boleh dilakukan di
antara keduanya. Dan demikian juga sholat rawatib qobliyah dzuhur dikerjakan
sebelum kedua sholat fardhu dijama'”. (Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, 9/31)
26. Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib Atau Mendengarkan
Nasihat?
Dewan Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi:
“Disyariatkan bagi kaum muslimin jika mendapatkan nasihat (kultum) setelah
sholat fardhu hendaknya mendengarkannya, kemudian setelahnya ia mengerjakan
sholat rawatib seperti ba’diyah dzuhur, maghbrib dan ‘isya” (Fatawa Al-Lajnah
Ad-Daimah LilBuhuts Al-‘Alamiyah Wal-Ifta’, 7/234)
27. Mendahulukan Menyempurnakan Dzikir-dzikir setelah Sholat
Fardhu Sebelum Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya:
“Apabila saya mengerjakan sholat jenazah setelah maghrib, apakah saya langsung
mengerjakan sholat rawatib setelah selesai sholat jenazah ataukah
menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian sholat rawatib?
Jawaban beliau rahimahullah: “Yang lebih utama adalah
duduk untuk menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian menunaikan sholat rawatib.
Maka perkara ini disyariatkan baik ada atau tidaknya sholat jenazah. Maka
dzikir-dzikir yang ada setelah sholat fardhu merupakan sunnah yang selayaknya
untuk dijaga dan tidak sepantasnya ditinggalkan. Maka jika anda memutus dzikir
tersebut karena menunaikan sholat jenazah, maka setelah itu hendaknya
menyempurnakan dzikirnya ditempat anda berada, kemudian mengerjakan sholat
rawatib yaitu sholat ba’diyah. Hal ini mencakup rawatib ba’diyah dzuhur,
maghrib maupun ‘isya dengan mengakhirkan sholat rawatib setelah berdzikir”. (Al-Qoul
Al-Mubin fii Ma’rifati Ma Yahummu Al-Mushollin, hal. 471)
28. Tersibukkan Dengan Memuliakan Tamu Dari Meninggalkan
Sholat Rawatib
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Pada dasarnya seseorang terkadang mengerjakan amal yang kurang afdhol (utama)
kemudian melakukan yang lebih afdhol (yang semestinya didahulukan) dengan adanya
sebab. Maka seandainya seseorang tersibukkan dengan memuliakan tamu di saat
adanya sholat rawatib, maka memuliakan tamu didahulukan daripada mengerjakan
sholat rawatib”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin 16/176)
29. Sholatnya Seorang Pekerja Setelah Sholat Fardhu dengan
Rawatib Maupun Sholat Sunnah lainnya.
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Adapun sholat sunnah setelah sholat fardhu yang bukan rawatib maka tidak
boleh. Karena waktu yang digunakan saat itu merupakan bagian dari waktu kerja
semisal aqad menyewa dan pekerjaan lain. Adapun melakukan sholat rawatib (ba’da
sholat fardhu), maka tidak mengapa. Karena itu merupakan hal yang biasa
dilakukan dan masih dimaklumi (dibolehkan) oleh atasannya”.
30. Apakah Meninggalkan Sholat Rawatib Termasuk Bentuk
Kefasikan?
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
“Perkataan sebagian ulama’: (Sesungguhnya meninggalkan sholat rawatib termasuk
fasiq), merupakan perkataan yang kurang baik, bahkan tidak benar. Karena sholat
rawatib itu adalah nafilah (sunnah). Maka barangsiapa yang menjaga sholat
fardhu dan meninggalkan maksiat tidaklah dikatakan fasik bahkan dia adalah
seorang mukmin yang baik lagi adil. Dan demikian juga sebagian perkataan
fuqoha’: (Sesungguhnya menjaga sholat rawatib merupakan bagian dari syarat adil
dalam persaksian), maka ini adalah perkataan yang lemah. Karena setiap orang
yang menjaga sholat fardhu dan meninggalkan maksiat maka ia adalah orang yang
adil lagi tsiqoh. Akantetapi dari sifat seorang mukmin yang sempurna selayaknya
bersegera (bersemangat) untuk mengerjakan sholat rawatib dan perkara-perkara
baik lainnya yang sangat banyak dan berlomba-lomba untuk mengerjakannya”. (Majmu’
Fatawa 11/382)
Faedah:
Ibmu Qoyyim rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan sholat-sholat dari tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan menjaga 17 rakaat dari sholat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari sholat rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat sholat malam, maka keseluruhannya adalah 40 rakaat. Adapun tambahan sholat selain yang tersebutkan bukanlah sholat rawatib…..maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut). Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327)
Ibmu Qoyyim rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan sholat-sholat dari tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan menjaga 17 rakaat dari sholat fardhu, 10 rakaat atau 12 rakaat dari sholat rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat sholat malam, maka keseluruhannya adalah 40 rakaat. Adapun tambahan sholat selain yang tersebutkan bukanlah sholat rawatib…..maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut). Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327)
Comments
Post a Comment